Pengusaha Judol di Tiga Kota Raup Untung 20 Miliar, Operator Digaji 10 Juta

Dibongkar oleh Bareskrim Polri, pengelola judi online (judol) di Bogor, Bekasi, dan Tanggerang menghasilkan keuntungan miliaran rupiah. Tak sampai satu tahun kemudian, keuntungan dari mengelola situs judol mulai muncul.

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro memberi tahu wartawan bahwa pengelola server marketing judi online memperoleh keuntungan sekitar Rp 15-20 miliar dalam jangka waktu kurang lebih 10 bulan.

Untuk menjalankan situs Judol, para pengelola memiliki banyak pekerja yang digaji paling tinggi 10 juta rupiah.

Menurutnya, para operator-operator membantu pengelola server marketing judi online, yang digaji antara Rp 7 juta hingga Rp 10 juta per bulan. Jaringan China dan Kamboja menjalankan judol di tiga kota ini. Mereka menggunakan mata uang kripto untuk menyamarkan keuntungan mereka.

“Pelaku menempatkan uang dengan modus mata uang kripto. Dari mata uang kripto tersebut pelaku menggunakan beberapa payment gateway (gerbang pembayaran) untuk mencairkan mata uang kripto tersebut ke rekening rupiah seolah-olah uang hasil kejahatan tersebut berasal dari pembelian atau penjualan suatu barang”, kata Djuhandhani.

Untuk tujuan ini, dia menyelidiki sumber dana dari dua puluh dua pelaku judol dari jaringan internasional China dan Kamboja ini. Selain itu, para pelaku didakwa dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang mengancam hukuman 15 tahun penjara.

Brigjen Djuhandhani menyatakan bahwa pelaku dijerat oleh Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Mereka akan dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling lama 15 tahun.

Banyak barang bukti, termasuk kartu perdana, komputer, dan mobil, telah disita selama pengungkapan kasus ini. Menjalankan judol dapat menghasilkan keuntungan hingga ratusan miliar setiap tahun.

Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengancam para pelaku dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 25 juta, selain pasal TPPU.

Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 43 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, seseorang dapat dipidana dengan pidana penjara tidak lebih dari enam tahun dan denda tidak lebih dari satu miliar rupiah.