Untuk menghindari pemblokiran Komdigi, polisi dari Polda Metro Jaya terus memburu individu yang terlibat dalam pengawasan judi online.
Menurut Komisari Besar Ade Ary Syam Indradi, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, ratusan miliar telah disita dalam kasus judi online yang melibatkan sepuluh pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital.
Pada hari Sabtu, 23 November 2024, Ade Ary mengumumkan di Polda Metro Jaya bahwa total nilai barang bukti yang berhasil kami sita dari kasus ini sudah lebih dari Rp 150 miliar.
Selain itu, ia mengatakan bahwa penyidik terus bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengidentifikasi sumber dana dalam kasus ini, yang berarti, menurut Ade, angka tersebut mungkin lebih besar.
Menurutnya, “dana para tersangka bandar, sehingga tentunya jumlah barang bukti dan jumlah tersangka akan bertambah nantinya.”
Menurut Ade Ary, 24 tersangka telah ditangkap, termasuk 10 anggota Komdigi dan 14 orang awam. Selain itu, empat DPO masih diburu oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. “Antara lain J, kemudian C, JH, dan F.”
Kasus judi online ini telah muncul sejak akhir Oktober lalu. Namun, pada Senin pekan depan, 25 November 2024, nama-nama tersangka akan diumumkan oleh otoritas baru.
Kasus ini menarik perhatian karena para tersangka, yang termasuk sebagian dari staf Komdigi, sebenarnya bertanggung jawab untuk memblokir situs web judi online agar masyarakat Indonesia tidak dapat mengaksesnya. Alih-alih menutupnya, mereka justru menjaganya dan meminta pemilik situs untuk membayarnya.
“Jadi mereka ini bertugas untuk memblokir situs-situs judi online. Mereka diberikan akses untuk melihat situs-situs judi online dan memblokirnya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, di Bekasi, Jumat, 1 November 2024.
Para tersangka ini menyatakan bahwa mereka akan memblokir situs judi online setiap dua minggu sekali. Jika pemilik situs tersebut tidak membayar Adhi Kismanto (AK) dalam waktu dua minggu, situs tersebut akan diblokir.
Untuk memastikan bahwa situs tidak diblokir, komplotan menetapkan tarif Rp 8,5 juta per situs.