Fakta Mengejutkan Tentang Judol di Tangan Pelajar dan Mahasiswa

Udi online, juga disebut judol, telah menjerat berbagai kelompok umur, termasuk anak-anak. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran uang judol didominasi oleh remaja. Hingga 80 persen transaksi berasal dari kelompok pelajar dan mahasiswa, dengan rata-rata transaksi setiap hari di bawah 100 ribu rupiah.

Natsir Kongah, Koordinator Kelompok Humas PPATK, mengatakan secara online, “Mereka rata-rata bertransaksi kecil, di bawah Rp100 ribu, tetapi jika dikalikan jumlah pemain yang begitu besar, dampaknya sangat signifikan.”

Data yang dikumpulkan PPATK menunjukkan bahwa hampir satu juta remaja terlibat dalam kegiatan terlarang tersebut. Ini menunjukkan bahwa kelompok pelajar dan mahasiswa sangat rentan terjerat judol. Justru transaksi kecil yang dilakukan secara teratur membahayakan ekonomi dan masa depan generasi muda. Meskipun jumlah kecil, PPATK menunjukkan bagaimana judi online memengaruhi kondisi keuangan keluarga pelaku, karena banyak orang menghabiskan hingga 70% dari penghasilan harian mereka untuk bermain judi.

Natsir mengatakan, “Jadi lebih banyak penghasilan yang didapatkan itu digunakan untuk bermain judi online. Dan ini akan sangat berbahaya ya, berbahaya buat kondisi ekonomi, buat kesejahteraan masyarakat kita.”

Natsir mengatakan bahwa jika tindakan pencegahan tidak diperkuat, perputaran uang judol dapat mencapai Rp900 triliun pada tahun 2024. Namun, PPATK berharap dapat menekan angka tersebut hingga separuhnya dengan bekerja sama dengan OJK, Polri, industri perbankan, dan penyedia dompet digital.

Meskipun judol masih menjadi masalah yang signifikan, PPATK mencatat tren penurunan pada 2024 berkat kerja sama lintas sektor. Namun, sejarah menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak 2017. Perputaran uang dari permainan judi online meningkat dari Rp2 triliun pada 2017 menjadi Rp15,7 triliun pada 2020, dan akan mencapai Rp327 triliun pada 2023.

Di sisi lain, PPATK berterima kasih kepada industri perbankan dan penyedia e-wallet karena mereka telah meningkatkan pengawasan untuk membatasi transaksi mencurigakan.

“Kami terus mempersempit akses pelaku judi online, terutama untuk melindungi generasi muda. Ini adalah kewajiban bersama.”

Dalam komentarnya terhadap publikasi terbaru The Lancet yang menekankan dampak judi online terhadap kesehatan mental individu, khususnya generasi muda, Nael Sumampouw, Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, menyatakan bahwa judi online kini menjadi masalah kesehatan global yang serius, setara dengan penyalahgunaan narkoba dan alkohol.

Nael menyatakan secara online pada hari Sabtu bahwa judi online tidak hanya menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga masalah global. Cara masuknya yang melalui permainan seperti game membuat anak muda lebih rentan, terutama mereka yang mencari pelarian dari stres atau kesulitan hidup.

Nael mengatakan bahwa karena judi online mudah diakses, bebas dari sanksi sosial, dan menyamar sebagai aktivitas normatif, itu semakin berbahaya. Para pemain dapat bermain di rumah tanpa mengetahui lingkungan sekitar, dengan kemungkinan kemenangan kecil pada awalnya hingga mereka terjerat dalam adiksi karena mekanisme psikologis seperti “kesalahan pemain”.

Selain itu, ia menekankan bahwa faktor-faktor psikologis dan lingkungan, seperti kurangnya dukungan sosial, pengangguran, dan kurangnya keterampilan, membuat anak muda lebih mudah terjebak dalam situasi ini. Kondisi itu menjadi lebih buruk karena banyaknya pinjaman online yang sering digunakan untuk mendukung perjudian. Nael mengatakan bahwa efek terburuk dari adiksi judi online adalah munculnya perasaan tidak berdaya, juga dikenal sebagai “learned helplessness.”

“Ketika usaha tidak membuahkan hasil, anak muda mulai kehilangan harapan dan tidak melihat hubungan antara usaha dan hasil. Ini mematikan potensi, kreativitas, dan bahkan bisa membawa mereka pada keputusasaan yang ekstrem.”

Nael mengatakan bahwa ketidakberdayaan ini dapat menghantui anak-anak dari berbagai latar belakang. Bagi mereka yang tidak memiliki dukungan sosial atau sumber daya diri yang cukup, perasaan ini dapat menyebabkan pemikiran ekstrem, seperti merasa hidup tidak lagi berarti. Oleh karena itu, kepedulian sosial terhadap masalah ini dianggap penting; keluarga dan lingkungan terdekat harus hadir untuk membantu yang bersangkutan keluar dari keadaan sulit.

Selain itu, Nael mendorong negara untuk bertindak lebih proaktif, misalnya dengan menyediakan layanan rehabilitasi yang mudah diakses di puskesmas atau lembaga lain. Dia percaya bahwa dengan dukungan keluarga dan tindakan preventif negara, efek buruk judi online terhadap generasi muda dapat dikurangi.

Pemerintah akan memblokir situs judol dengan lebih agresif di masa depan, kata Menko Polkam Budi Gunawan. Selain itu, ia menyatakan bahwa ia akan mulai mengawasi aliran dana dan mengambil tindakan hukum jika terbukti melakukannya.

Budi menyatakan bahwa secara teknis situs Judol dapat diblokir dengan mudah. Namun, berdasarkan analisis, banyak operator Judol yang memutuskan untuk mengubah domain mereka untuk mengganti situs mereka.

Dari segi teknis, melakukan pemblokiran situs judi online tampaknya sangat mudah.

Budi menyatakan bahwa, berdasarkan evaluasi kami, banyak operator yang melakukan domain switching sehingga mereka dapat dengan mudah mengganti domain yang diblokir, sehingga pemblokiran akan dilakukan lebih agresif di kemudian hari.

Selain itu, mereka sedang berusaha untuk berkolaborasi dengan lintas negara untuk mempermudah penegakan hukum terhadap bandar judol. Kolaborasi ini akan membantu melacak aliran dana serta aktivitas pencucian uang.

Dia menambahkan, “Desk gabungan akan terus melakukan penegakan hukum dan penelusuran aliran dana judi online. Kita upayakan koordinasi hukum lintas negara dengan menyasar aktivitas pencucian uang untuk mempermudah penindakan.”

Menurut Budi, kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan dan mendesak, dengan perputaran uang judol di Indonesia mencapai sekitar Rp900 triliun rupiah.

“Bapak presiden telah menyampaikan beberapa kesempatan bahwa perputaran judol di Indonesia telah mencapai kurang lebih 900 triliun rupiah pada tahun 2024,” katanya.

Selain itu, dia menyatakan bahwa hingga saat ini, sekitar 8,8 juta orang bermain judol, dengan 80 ribu anak-anak menjadi korbannya.

Dia menyatakan bahwa kurang lebih 8,8 juta orang di Indonesia bermain judi online, sebagian besar dari mereka dari kelas menengah ke bawah. (Di antaranya) 97 ribu anggota TNI polri dan 1,9 juta pegawai swasta yang bermain judi online, 80 ribu di bawah 10 tahun.