Pekerjaan Digital Judi Online di Luar Negeri Berujung Penipuan AI dan Perdagangan Manusia

Banyak pekerja muda Indonesia tergoda oleh iklan pekerjaan yang tersebar di media sosial seperti Facebook dan Telegram karena ketatnya persaingan di bidang teknologi. Iklan-iklan tersebut menawarkan pekerjaan yang menarik seperti ahli pemasaran digital, ahli SEO, atau pembuat konten di perusahaan teknologi asing dengan gaji yang menggiurkan dan peluang kerja di luar negeri. Namun, ada jebakan mengerikan yang tersembunyi di balik tawaran menarik tersebut.

Alih-alih mendapatkan pekerjaan di kantor modern yang menguntungkan, para pencari kerja ini justru dijebak, diperdagangkan lintas negara, dan kemudian dipenjara di kamp penipuan yang dikelola sindikat kriminal. Mereka dipaksa menipu orang di seluruh dunia dengan bantuan teknologi canggih seperti voice cloning, deepfake, dan AI chatbot.

Hal ini diungkapkan dalam laporan terbaru yang dipublikasikan oleh outlet berita Rest of the World berjudul “Fabrik penipuan AI memaksa pekerja yang dipekerjakan untuk menipu korban global.” Salah satu korban adalah pria berusia 25 tahun Dicky Wahyudin dari Jawa Barat. Pada bulan Desember sebelumnya, dia menyaksikan unggahan Telegram yang menawarkan pekerjaan pemasaran di salah satu perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Ia memberikan janji gaji 800 USD dan kesempatan untuk tinggal di Bangkok. Saya membawa semua pakaian karena saya berpikir akan membuat konten di Thailand. Dicky berkata, “Tapi saya malah dijebak.” Dia diculik di bandara Bangkok dan dibawa ke Myanmar. Dia tiba di kompleks berbenteng untuk mencari korban melalui aplikasi kencan China. Dia harus meyakinkan targetnya untuk menginvestasikan setidaknya $10.000 di platform e-commerce palsu setiap bulan.

Korban tambahan adalah seorang sarjana teknologi informasi berusia 26 tahun yang berasal dari Sumatera Barat. Setelah melakukan wawancara kerja dengan perekrut melalui Telegram, ia ditempatkan di kantor satelit perusahaan di Kamboja dengan gaji bulanan 800 USD. Sampai paspornya disita di Phnom Penh, Kamboja, dia tidak menyadari bahwa dirinya diperdagangkan. Lalu ia dikirim ke kompleks yang dijaga dengan senjata, di mana ia bekerja selama lima belas jam sehari menipu korban dari seluruh dunia. Ia menggunakan identitas palsu saat menipu dan membangun hubungan asmara palsu melalui media sosial dan aplikasi kencan. Bahkan harus melakukan panggilan video menggunakan teknologi deepfake untuk menyamar sebagai orang yang menarik di Facebook dengan suara yang dimanipulasi AI dari rekaman audio selama 20 detik.

Sejak 2020, Kementerian Luar Negeri RI melaporkan bahwa lebih dari 6.700 warga Indonesia telah tertipu dengan pekerjaan palsu yang diiklankan di media sosial. Banyak di antara mereka adalah generasi muda yang ingin bekerja dengan teknologi yang dapat disesuaikan. Modus ini tidak hanya menyengsarakan para korban yang direkrut, tapi juga merugikan jutaan orang yang tertipu. Menurut Komisi Perdagangan Federal AS, warga Amerika kehilangan sekitar 12,5 miliar dollar tahun lalu akibat penipuan investasi yang banyak dijalankan dari kamp-kamp ini.

Secara global, sindikat ini diperkirakan meraup keuntungan 40 miliar dollar AS setiap tahunnya. Menurut Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding, Indonesia telah menghentikan lebih dari 7.000 praktik rekrutmen ilegal melalui internet. Pemerintah juga membentuk divisi khusus untuk melawan modus ini. Menurut platform seperti Telegram dan Meta, mereka telah mengambil tindakan pencegahan dengan memblokir jutaan aktivitas penipuan setiap hari dan menghapus jutaan akun yang tidak asli. Alfons Tanujaya, seorang pakar keamanan siber, mengatakan, “Cuma butuh satu-dua orang buat bikin sistem penipuan seperti ini.” Menurutnya, bahkan pekerja yang tidak terampil dapat belajar alurnya dalam sehari.

Ini menunjukkan bahwa melawan sindikat penipuan di internet tidak cukup hanya dengan moderasi konten. Diperlukan kerja sama lintas negara, penegakan hukum tegas, dan edukasi masyarakat agar mimpi anak muda Indonesia untuk bekerja di dunia digital tak berakhir di kamp penipuan.